Teruntuk Terakhir

Kau tahu, ada saat dimana mimpi tidak hanya sekedar menjadi bunga tidur. Walaupun itu terlalu manis untuk diucapkan atau diwujudkan, tapi kurasa, manusia berhak bahagia. Sesaat, sedikit saja, tidak bolehkah?

Aku iri pada mereka yang menangkupkan tangan meminta keajaiban. Keajaiban adalah hal kecil yang seringkali luput dari keseharian kita, tapi aku berani bertaruh hal-hal ajaib bisa terjadi. Dan mereka punya keberanian untuk itu. Mereka punya keberanian untuk merangkai kata-kata indah, mereka punya keistimewaan untuk mengetahui apa atau siapa yang ingin mereka taruh dalam do’a.

Pikiran ini terlalu sering melayang pada ketidakpastian. Aku benci hal-hal yang tidak bisa dijelaskan secara logis, yang tidak bisa diperkirakan, yang tidak bisa dicegah atau diusahakan. Aku benci kehilangan kontrol terhadap sesuatu yang akan menentukan akan jadi apa semua unsur lain. Sungguh membuat frustrasi.

Kurasa tidak berlebihan untuk menyatakan bahwa aku tidak pernah kalah oleh realita.

Tapi realita yang ini selalu menyajikan horizon baru yang tidak pernah ku singkap sebelumnya. Bagaimana pula aku bisa tahu, toh tidak pernah diajarkan di sekolah: ilmu gigit jari dan ilmu tipu-tipu. Sampai kini, aku belum bisa menemukan penjelasan mengapa semua orang masih mencoba mencari hal yang sama. Keajaiban yang sama. Do’a yang sama.

dsc02717.jpg

 

Segregasi ini terjadi bukan tanpa alasan. Tidak akan ada jejak yang kutinggalkan ketika aku berbalik. Mungkin inilah, lebih dari segalanya, yang membuatku ketakutan.

Katakan padaku, waktu. Sampaikan kebenaran itu, sebelum aku kelelahan dalam ruang tunggu. Satu-dua basa-basi, satu-dua senja, satu-dua semburat kekuningan yang segera tenggelam di balik awan jauh. Ketahuilah, permintaanku tidak terlalu mendayu-dayu.

Mungkin, ada hal-hal yang memang tidak sebaiknya terjawab dengan eksak, karena terkadang penjelasan tidak memerlukan ruang untuk dikejawantahkan. Mungkin pada akhirnya, semua kesepian akan menemukan kedamaiannya sendiri. Bisa jadi, rinciannya bukan urusan makhluk duniawi.

Lagi-lagi, kupasrahkan semua hal nirlogis ini pada Sang Ahli.