I decided to take the challenge on The Daily Post at WordPress.com: Just Do It! I’ll keep on posting things for the next 1 week, this is the seventh day.
As an annual special post for my blog, I’ve always written a reflection on the year I left behind. This year, I feel the urge to write in two languages: one in Bahasa Indonesia, and another one in English. I’ll write the English version tomorrow.
Dua ribu dua belas dimulai dengan pengalaman ketiga kalinya merasakan atmosfer internasional dan pelayanan kelas mewah. Untuk pertama kalinya saya naik pesawat Singapore Airlines, selama satu minggu dimanjakan oleh breakfast-lunch-dinner di hotel bintang lima, plus semalam di kapal pesiar paling mahal di kawasan. Vietnam adalah negara yang cantik, secantik kenangan yang dipatri di hati saya oleh Ha Noi, Ha Long Bay, dan 28 pemuda-pemudi Asia yang luar biasa. Pembukaan dua ribu dua belas yang ‘wah’ dilanjutkan dengan pengalaman mengasyikkan selama Kuliah Kerja Teknik Kimia. Walaupun keberangkatannya hanya berjarak 12 jam dengan mendaratnya pesawat saya di Bandara Soekarno-Hatta, kebersamaan yang tulus dengan teman-teman Teknik Kimia ITB 2009 sungguh sangat berharga.
Januari berlalu dengan menyisakan kenangan akan dua kegiatan yang tidak akan saya lupakan.
Februari datang dengan tantangan baru. Labtek 2 bersama partner saya, Okky, yang kemudian sekaligus menjadi ‘manajer’ bagi saya :). Di bulan ini, delegasi ITB untuk HNMUN 2012 berangkat ke Amerika Serikat. Di tengah labtek 2 pertama saya Kontaktor Gas-Cair, saya dilanda jeratan melankoli. Pernahkah ada rasa sedih yang berkepanjangan karena nostalgia? Bulan ini saya merasakan dua cabikan hati: saya melepas memori saya dan melepas mereka. 17 orang delegasi 2012 terasa lebih dari sekedar trainees untuk saya. Melepas mereka ke kancah pertarungan diplomasi membuat saya berpikir apakah saya sudah cukup bertanggungjawab dalam membekali mereka. Rasanya hampir sama dengan melepas tim yang saya latih di klub debat SMA dulu. Apakah mereka akan baik-baik saja? Karena ketika suatu ikatan telah terbentuk, tanpa sadar kita menjadi bagian dari mereka. Mengikuti linimasa twitter cukup membuat saya terhibur, dan tanpa terasa bulir-bulir air mata menetes di pipi saya ketika sebuah pesan singkat datang dari Amerika bahwa mereka mendapatkan penghargaan di Harvard. Saya tidak peduli berapa jam yang sudah saya habiskan untuk berbagi pengalaman dan pengetahuan saya di HNMUN 2011 untuk mereka, saya tidak peduli semua perkataan orang yang meragukan tim yang saya latih, saya tidak peduli malam-malam di tengah labtek saat saya membaca position paper mereka satu per satu. Saya bangga. Saya bahagia menjadi bagian dari perjalanan mereka, dan perasaan memiliki ini tidak perlu resiprokal, cukup saya simpan sendiri. Tidak ada keharusan bagi mereka untuk mengetahui betapa berartinya mereka bagi saya.
Maret, bulan kelahiran saya berlalu dengan penuh tuntutan akademik, bahkan di hari ulang tahun saya, saya menghadapi modul labtek yang super kotor dan super kuli. April juga sama saja, dengan satu pengecualian: terpilihnya saya sebagai salah satu mahasiswa berprestasi Teknik Kimia. Penghargaan ini lebih dari sekedar piagam dan hard disk 500 GB gratis untuk saya. Penghargaan ini adalah pembuktian bagi diri saya sendiri bahwa saya tidak perlu berkecil hati walaupun bersaing dengan berbagai macam makhluk lebih-dari-cum laude di jurusan ini. Penghargaan ini mengangkat rasa percaya diri saya yang sudah terlanjur tenggelam dalam gorong-gorong labtek. Berkesempatan untuk bekerjasama dengan Hendra juga merupakan salah satu pengalaman tak terlupakan. Sampai saat ini, Hendra tetap menjadi orang paling inspiratif, paling sabar, dan paling positive thinking yang pernah saya kenal. Mengenalnya secara personal tentu merupakan hak istimewa yang tidak bisa didapatkan semua orang. 🙂
Mei menandai seminar proposal TA pertama saya. Setelah mengalami semua tekanan akademis di Teknik Kimia, mau tidak mau saya merasa TA ternyata tidak se-gelap yang saya bayangkan. Terbiasa dengan tuntutan tinggi dari dosen-dosen ketika pembicaraan membuat pikiran keinsinyuran saya terasah dan logika bisa berjalan di arah yang tepat. Belum genap seminggu setelah semester 6 berakhir, saya sudah harus berangkat ke Cilegon, tempat saya akan melaksanakan Kerja Praktek.
Juni dimulai dengan kehidupan saya pertama kalinya di rantau. Saya tidak bisa mengatakan saya menikmati kehidupan di Cilegon. Kalau boleh dikata, Cilegon adalah salah satu mimpi paling buruk dalam hidup saya. Di tengah rasa mual akibat jalan yang melebihi kora-kora, saya sering berpikir apa salah saya sampai harus berakhir di sini, untuk apa 16 jam labtek setiap minggu kalau ujung-ujungnya seperti ini. Tapi pengalaman di Cilegon menimbulkan kembali cinta saya yang mulai redup terhadap rumah. Memang benar, cinta bisa tumbuh lebih kuat saat jarak memisahkan. Saya tidak pernah begitu bersyukur ketika menginjak rumah jam 2 pagi setelah 9 jam menembus macetnya tol Cilegon Timur dan gemerlapnya ibu kota yang sadis. Saya tidak pernah begitu bersyukur makan masakan ibu saya, duduk di pangkuan ayah saya, atau bercanda dengan kembaran saya. Karena baru sekarang saya merasa, saya bisa kehilangan mereka, dan saya takut.
Juli dihiasi warna-warni wisuda dimana saya paling banyak mengenal wisudawannya. Menyaksikan satu per satu orang yang saya kenal mengenakan toga dan keluar dari Sabuga membuat saya sadar bahwa waktu saya tinggal sedikit lagi. Apa rasanya hidup di luar sana, kawan? Saya bahagia melihat senyum terkembang mereka di balik kebaya dan jas, tapi saya tidak bisa menyangkal rasa perih yang menggumpal di hati. Mereka akan pergi dari kehidupan yang saya kenal selama ini.
Agustus seharusnya diperingati sebagai hari kemerdekaan, dan seharusnya pula semangat kemerdekaan itu ada dalam diri saya. Tapi Agustus malah menjadi bulan penuh kontemplasi menguak berbagai macam pertanyaan yang tidak pernah muncul sebelumnya. Agustus adalah quo vadis-nya 2012 bagi saya.
September ditandai dengan awal semester baru. Saya bertekad tidak akan menyia-nyiakan satu detik pun yang masih saya miliki di kampus ini, sebelum semua keistimewaan itu direnggut dari saya dan saya tidak bisa berlindung di bawah embel-embel Ganesha lagi. Di bulan ini saya merasakan ikatan persahabatan yang jauh lebih erat dari sebelumnya dengan wanita-wanita Teknik Kimia yang cantik, kuat, dan pintar. Di bulan ini saya mengambil segala kesempatan untuk melakukan banyak hal: nonton konser jazz, mengikuti semua seminar yang mungkin diikuti, menghadiri semua rapat tanpa kecuali, menghadiri perayaan ulang tahun teman-teman saya. Saya sadar saya akan merindukan semua ini. Sangat, sangat rindu dengan semua dinamika kampus dan segala detailnya. September juga menjadi bulan dimana saya belajar mencintai lagi, membuka diri terhadap kemungkinan-kemungkinan yang ada, berusaha melupakan pahitnya kenangan akibat pengkhianatan dan dicampakkan.
Oktober datang dengan kesibukan UTS dan pekerjaan baru sebagai intern di T-Files. Dari sini saya banyak belajar tentang pengembangan bisnis, networking, dan tentu saja mengenal teman-teman baru dari jurusan lain (oh dan banyak sesi makan gratis). Mengutip tweet @indyces, “2012 itu: momen sedih & bahagia bisa terjadi bergantian hanya selang waktu beberapa detik. Benar2 tidak stabil. Peak nya bisa terlalu tinggi”, inilah yang paling saya rasakan di bulan Oktober.
November adalah bulan dimana saya menjalani tanggung jawab di Regional Future Energy Challenge dengan melakukan perjalanan dinas pertama saya. Misi diplomatik di Regional Symposium on Chemical Engineering membawa saya terbang ke Bali dan memberikan pengalaman baru. Kecakapan yang terasah dari kegiatan MUN dan berbagai acara bertaraf internasional membawa manfaat tersendiri: saya tidak canggung bergaul dengan orang-orang dari luar negeri. Sepulangnya dari RSCE, saya kembali melaksanakan tugas di Regional Conference on Global Environment. Di samping menjalankan misi, kedua acara ini juga membuka mata saya terhadap keprofesian Teknik Kimia.
Desember diawali dengan berita baik tentang kinerja saya sebagai Ketua Divisi Hubungan Masyarakat di RFEC. Hasil promosi dan sekian banyak e-mail yang dikirim oleh saya tim saya ternyata cukup membuat bahagia. Peserta RFEC tidak hanya datang dari Indonesia, tapi juga dari India, Singapura, dan Malaysia. Daftar negaranya masih bisa bertambah untuk lomba poster. Pekerjaan saya di RFEC telah melatih saya untuk menjadi pemimpin yang baik bagi anggota tim saya. Bagaimana mengatur pembagian kerja, memotivasi bawahan, menjadi tegas dan lembut di saat yang tepat. Desember juga merupakan saat digelarnya StudentsxCEOs Summit dimana saya terlibat sebagai tim marketing. Di bulan ini jugalah saya bertemu Mas Iwan Setyawan yang mengubah beberapa pandangan saya tentang tujuan hidup dan cita-cita. Desember juga berarti musim Ujian Akhir Semester, saat dimana saya betul-betul kurang tidur selama 7 hari berturut-turut. Perjuangan menyelesaikan UAS PPK selama 3 hari 3 malam bergelut dengan software HYSYS, variasi kuliah yang terlalu liar dari pemrosesan gas sampai manajemen proyek, dan kebersamaan yang manis dengan wanita-wanita kesayangan saya.
Dua ribu dua belas akan berakhir dalam sepuluh menit. Tahun ini mungkin bukan tahun terbaik saya, jelas tidak lebih baik dari dua ribu sebelas, tapi tahun ini adalah tahun dimana saya belajar banyak hal tentang cinta dan kehidupan. Tahun ini adalah tahun dimana saya mengalami quarter life crisis. Tahun dimana saya memberanikan diri untuk benar-benar berharap mendapatkan pasangan hidup di dua ribu tiga belas. Bukan hanya karena kebutuhan emosional, tapi juga tuntutan sosial. Tahun ini menandai masuknya saya ke gerbang kedewasaan.
Saya harap dua ribu tiga belas menyajikan perbaikan di setiap sektor kehidupan.
Selamat Tahun Baru 2013.